Senin, 09 Mei 2011

persalinan kala II

ASUHAN KEBIDANAN II (Persalinan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan (5p)

1. PASSAGE (JALAN LAHIR)
Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal.


Passage terdiri dari :

1. Bagian keras tulang-tulang panggul (rangka panggul)
a. Os. Coxae
• Os illium
• Os. Ischium
• Os. Pubis
b. Os. Sacrum = promotorium
c. Os. Coccygis
2. Bagian lunak : otot-otot, jaringan dan ligamen-ligamen

Pintu Panggul

(1) Pintu atas panggul (PAP) = Disebut Inlet dibatasi oleh promontorium, linea inominata dan pinggir atas symphisis.
(2) Ruang tengah panggul (RTP) kira-kira pada spina ischiadica, disebut midlet
(3) Pintu Bawah Panggul (PBP) dibatasi simfisis dan arkus pubis, disebut outlet
(4) Ruang panggul yang sebenarnya (pelvis cavity) berada antara inlet dan outlet.

Sumbu Panggul
Sumbu panggul adalah garis yang menghubungkan titik-titik tengah ruang panggul yang melengkung ke depan (sumbu Carus)

Bidang-bidang :
(1) Bidang Hodge I : dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan promontorium
(2) Bidang Hodge II : sejajar dengan Hodge I setinggi pinggir bawah symphisis.
(3) Bidang Hodge III : sejajar Hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri.
(4) Bidang Hodge IV : sejajar Hodge I, II dan III setinggi os coccygis

Stasion bagian presentasi atau derajat penurunan :
a. Stasion 0 : sejajar spina ischiadica
b. 1 cm di atas spina ischiadica disebut Stasion 1 dan seterusnya sampai Stasion 5
c. - 1 cm di bawah spina ischiadica disebut stasion -1 dan seterusnya sampai Stasion-5

Ukuran-ukuran panggul
(1) Ukuran luar panggul :

a) Distansia spinarum : jarak antara kedua spina illiaka anterior superior : 24 – 26 cm
b) Distansia cristarum : jarak antara kedua crista illiaka kanan dan kiri : 28 – 30 cm
c) Konjugata externa (Boudeloque) 18 – 20 cm
d) Lingkaran Panggul 80-90 cm
e) Konjugata diagonalis (periksa dalam) 12,5 cm - Distansia Tuberum (dipakai Oseander) 10,5 cm

(2) Ukuran dalam panggul :
Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium, linea inniminata, dan pinggir atas simfisis pubis
1. konjugata vera : dengan periksa dalam diperoleh konjugata diagonalis 10,5-11 cm
2. konjugata transversa 12-13 cm
3. konjugata obliqua 13 cm
4. konjugata obstetrica adalah jarak bagian tengah simfisis ke promontorium

Ruang tengah panggul :
1. bidang terluas ukurannya 13 x 12,5 cm
2. bidang tersempit ukurannya 11,5 x 11 cm
3. jarak antar spina ischiadica 11 cm

Pintu bawah panggul (outlet) :
1. ukuran anterio posterior 10-11 cm
2. ukuran melintang 10,5 cm
3. arcus pubis membentuk sudut 900 lebih, pada laki-laki kurang dari 800
Inklinasi Pelvis (Miring panggul) adalah sudut yang dibentuk dengan horizon bila wanita berdiri tegak dengan inlet 55-600

Jenis Panggul
Berdasarkan pada ciri-ciri bentuk pintu atas panggul, ada 4 bentuk pokok jenis panggul :
(1) Ginekoid
(2) Android
(3) Antropoid
(4) Platipeloid

Otot - otot Dasar Panggul
Ligamen - Ligamen Penyangga Uterus
1. Ligamentum Kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackendrot) : Ligamen terpenting untuk mencegah uterus tidak turun. Jaringan ikat tebal serviks dan puncak vagina kearah lateral dinding pelvis.
2. Ligamentum Sacro - uterina sinistrum dan dekstrum : Menahan uterus tidak banyak bergerak Melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kananmelalui dinding rektum kearah os sacrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum Rotundum sinistrum dan dekstrum (Round Ligament) : Ligamen yang menahan uterus dalam posisi antefleksi. Sudut fundus uterus kiri dan kanan ke inguinal kiri dan kanan.
4. Ligamentum Latum sinistrum dan dekstrum (Broad Ligament) : Dari uterus kearah lateral.
5. Ligamentum infundibulo pelvikum : Menahan tubafallopi. Dari infundibulum ke dinding pelvis.

2. POWER
Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim,

Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari :
1. his (kontraksi otot uterus)
Adalah kontraksi uterus karena otot – otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu kontraksi otot – otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks.
2. kontraksi otot-otot dinding perut
3. kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan
4. ketegangan dan ligmentous action terutama ligamentum rotundum

Kontraksi uterus/His yang normal karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna mempunyai sifat-sifat :
1. kontraksi simetris
2. fund
al dominan
3. relaksasi
4. involuntir : terjadi di luar kehendak
5. intermitten : terjadi secara berkala (berselang-seling)
6. terasa sakit
7. terkoordinasi
8. kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis


Perubahan-perubahan akibat his :
a. Pada uterus dan servik
Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Tekanan hidrostatis air ketuban dan tekanan intrauterin naik serta menyebabkan serviks menjadi mendatar (effacement) dan terbuka (dilatasi).
b. Pada ibu
Rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim. Juga ada kenaikan nadi dan tekanan darah.
c. Pada janin
Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero-plasenter kurang, maka timbul hipoksia janin. Denyut jantung janin melambat (bradikardi) dan kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis.

Dalam melakukan observasi pada ibu – ibu bersalin hal – hal yang harus diperhatikan dari his:
1. Frekuensi his
Jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau persepuluh menit.
2. Intensitas his
Kekuatan his diukurr dalam mmHg. intensitas dan frekuensi kontraksi uterus bervariasi selama persalinan, semakin meningkat waktu persalinan semakin maju. Telah diketahui bahwa aktifitas uterus bertambah besar jika wanita tersebut berjalan – jalan sewaktu persalinan masih dini.
3. Durasi atau lama his
Lamanya setiap his berlangsung diukurr dengan detik, misalnya selama 40 detik.
4. Datangnya his
Apakah datangnya sering, teratur atau tidak.
5. Interval
Jarak antara his satu dengan his berikutnya, misalnya his datang tiap 2 sampe 3 menit
6. Aktivitas his
Frekuensi x amplitudo diukur dengan unit Montevideo.

Pembagian his:
1.His pendahuluan :
2.His pembukaan (Kala I)
3.His pengeluaran (His mengedan)(Kala II)
4.His pelepasan uri (Kala III)
5.His pengiring (Kala IV)

His Palsu
His palsu adalah kontraksi uterus yang tidak efisien atau spasme usus, kandung kencing dan otot-otot dinding perut yang terasa nyeri. His palsu timbul beberapa hari sampai satu bulan sebelum kehamilan cukup bulan. His palsu dapat merugikan yaitu dengan membuat lelah pasien sehingga pada waktu persalinan sungguhan mulai pasien berada dalam kondisi yang jelek, baik fisik maupun mental.

Kelainan kontraksi otot rahim
1. Inertia Uteri

a. His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang terbagi menjadi :
Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b. Inertia uteri sekunder :
His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah terdapat
kaput dan mungkin ketuban telah pecah.
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter spesialis.

2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan reaksi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi :
a.Persalinan Presipitatus
b.Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
c. Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
• Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
• Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri
• Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam rahim

3.Inkoordinasi otot rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.

Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :
a. Faktor usia penderita relatif tua
b. Pimpinan persalinan
c. Karena induksi persalinan dengan oksitosin
d. Rasa takut dan cemas

3.PASSANGER
a. Janin.
Kepala janin dan ukuran-ukurannya
Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan.
1. Tulang Tengkorak ( Cranium )
a. Bagian muka dan tulang-tulang dasar tengkorak
b. Bagian tengkorak :
- Os Frontalis
- Os Parientalis
- Os Temporalis
- Os Occipitalis
c. Sutura
- Sutura Frontalis
- Sutura Sagitalis
- Sutura Koronaria
- Sutura Lamboidea
d. Ubun-ubun ( Fontanel )
- Fontanel mayor / bregma
- Fontanel minor

2. Ukuran-ukuran kepala
a. Diameter
- Diameter Occipito frontalis 12 cm
- Diameter Mento Occipitalis 13,5 cm
- Diameter Sub Occipito Bregmatika 9,5 cm
- Diameter Biparietalis 9,25 cm
- Diameter Ditemporalis 8 cm
b. Ukuran Cirkumferensial ( Keliling )
- Cirkumferensial fronto occipitalis 34 cm
- Cirkumferensia mento occipitalis 35 cm
- Cirkumferensia sub occipito bregmatika 32 cm

3. Postur janin dalam rahim
i. Sikap (habitus)
Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, di mana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, serta lengan bersilang di dada.
ii. Letak janin
Letak janin adalah bagaimana sumbu panjang janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya letak lintang di mana sumbu janin sejajar dengan dengan sumbu panjang ibu; ini bisa letak kepala, atau letak sungsang.
iii. Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain.
iv. Posisi
Posisi merupakan indicator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.

b. Placenta.
Placenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang atau pasenger yang menyertai janin namun placenta jarang menghambat pada persalinan normal.

c. Air Ketuban.
Amnion pada kehamilan aterm merupakan suatu membran yang kuat dan ulet tetapi lentur. Amnion adalah jaringan yang menentukan hampir semua kekuatan regang membran janin dengan demikian pembentukan komponen amnion yang mencegah ruptura atau robekan sangatlah penting bagi keberhasilan kehamilan. Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul, penurunan ini terjadi atas 3 kekuatan yaitu salah satunya adalah tekanan dari cairan amnion dan juga disaat terjadinya dilatasi servik atau pelebaran muara dan saluran servik yang terjadi di awal persalinan dapat juga terjadi karena tekanan yang ditimbulkan oleh cairan amnion selama ketuban masih utuh.

4. Psikis (psikologis)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga bisa melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “ keadaan yang belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.
Psikologis meliputi :
• Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual
• Pengalaman bayi sebelumnya
• Kebiasaan adat
• Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu
Sikap negatif terhadap peralinan dipengaruhi oleh:
a. Persalinan sebagai ancaman terhadap keamanan
b. Persalinan sebagai ancaman pada self-image
c. Medikasi persalinan
d. Nyeri persalinan dan kelahiran

5. Penolong
Peran dari penolong persalinan dalam hal ini Bidan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.

EPISIOTOMI

Adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan untuk memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran bayi. Perlebaran ini dapat dilakukan di garis tengah (”midline”) atau dari sebuah sudut dari ujung belakang dari vulva, dilakukan di bawah bius lokal (”local anaesthetic”) dan dijahit kembali setelah melahirkan. Ini merupakan suatu prosedur umum dalam kedokteran yang dilakukan kepada wanita.

Episiotomi adalah insisi perineum yang dimulai dari cincin vulva ke bawah, menghindari anus dan muskulus spingter serta memotong fasia pelvis, muskulus konstrikter vagina, muskulus transversus perinei dan terkadang ikut terpotong serat dari muskulus levator ani.

Indikasi

1.Perineum kaku

2.Memerlukan peregangan yang berlebihan dari perineum (forsep & vakum)

3.Mengurangi tekanan pada kepala bayi (prematur).

Indikasi janin

a. Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sunsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.

Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan perineum umpamanya pada primipara, persalinan sunsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.

Kontraindikasi

1.Bukan persalinan pervaginam

2.Kecenderungan perdarahan yang tidak terkontrol

3.Pasien menolak dilakukan intervensi operatif.

Saat episiotomi:

1.Kepala sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan

2.Saat pemasangan forsep

3.Sebelum melakukan ekstraksi pada letak sungsang.

Penanganan luka episiotomi:

1.Prinsip: Hemostasis dan perbaikan anatomi.

2.Cara: Mukosa dan submukosa dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00, Otot dan fascia dijahit jelujur dengan cutgut kromik 00, Kulit dan subkutis dijahit terputus dengan seide / sutera 30.

3.Obat-obatan: Analgetik/ antiinflamasi, Antibiotik bila perlu

4.Perawatan luka : Kompres dengan povidone iodine.

5.Informed consent : tidak perlu.

Resiko episiotomi

1.Kehilangan darah yang lebih banyak

2.Pembentukan hematoma

3.Kemungkinan infeksi lebih besar

4.Introitus lebih lebar

5.Luka lebih terbuka lagi.

Lapisan yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah :

1.Dinding posterior lapisan mukosa vagina

2.Lapisan kulit perineum serta jaringan subkutisnya

3.Muskulus bulbokavernosus

4.Muskulus transversus perinei superfisialis

5.Muskulus transversus perinei profundus

6.Muskulus bulbococcygeus.

Robekan perineum dibagi atas 4 tingkatan :

ü Tingkat I : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum.

ü Tingkat II : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum.

ü Tingkat III : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot-otot sfingter ani.

ü Tingkat IV : mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot-otot sfingter ani, dinding depan rektum.

Berdasarkan tipe insisinya terdapat 3 jenis episiotomi :

1.Medial : Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot – otot sfingter ani.

2.Mediolateral : Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina menuju ke belakang dan samping kiri atau kanan.

3.Lateral

Adapun keuntungan dan kerugian setiap jenis episiotomi :

Episiotomi medial :

ü Mudah diperbaiki (dijahit)

ü tidak akan mempengaruhi keseimbangan otot dikanan kiri dasar pelvis.

ü Kesalahan penyembuhan jarang

ü Insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi tersebut mudah dirapatkan.

ü Tidak begitu sakit pada masa nifas.

ü Dispareuni jarang terjadi.

ü Hasil akhir anatomik selalu bagus.

ü Hilangnya darah lebih sedikit, didaerah insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah.

ü Perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak sering.

Episiotomi Mediolateral :

ü Lebih sulit memperbaikinya (menjahitnya)

ü Insisi lateral akan menyebabkan distorsi (penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis.

ü Kesalahan penyembuhan lebih sering

ü Otot – ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara benar (aposisinya sulit).

ü Rasa nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari.

ü Kadang – kadang diikuti dispareuni.

ü Hasil akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus).

ü Terbentuk jaringan parut yang kurang baik

ü Kehilangan darah lebih banyak

ü Daerah insisi kaya akan fleksus venosus.

ü Perluasan ke sfingter lebih jarang.

Sebelum melakukan episiotomi ada prosedur yang harus dilakukan :

ü Mempersiapkan alat.

ü Memberitahukan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantu agar ibu tetap tenang atau merasa tenang.

ü Melakukan tindakan desinfektan sekitar perineum dan vulva

ü Anestesi lokal caranya : bahan anestesi (lidokain HCL 1% atau xilokain 10 mg/ml)

ü Tusukkan jarum tepat dibawah kulit perineum pada daerah komisura posterior (fourchette).

ü Arahkan jarum dengan membuat sudut 45 derajat kesebelah kiri atau kanan garis tengah perineum. Lakukan aspirasi.

ü Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5 – 10 ml lidokain 1% .

ü Tunggu 1 – 2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal sebelum episiotomi dilakukan.

Cara melakukan tindakan episiotomi adalah :

ü Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan

ü Letakkan jari telunjuk dan tengah diantara kepala bayi dan perineum, searah dengan rencana sayatan.

ü Tunggu fase puncak his, kemudian selipkan gunting dalam keadaan terbuka diantara jari telunjuk dan tengah.

ü Gunting perineum, dimulai dari komissura posterior 45 derajat ke lateral (kiri atau kanan)

ü Lanjutkan pimpinan persalinan.

Perbaikan episiotomi median :

ü catgut kromik 00 atau 000 sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa vagina .

ü Dekatkan tepi – tepi potongan cincin hymen, jahitan dikencangkan dan dipotong. Selanjutnya tiga atau empat jahitan terputus catgut 00 atau 000 ditempatkan pada fasia dan otot perineum yang di insisi

ü Jahitan kontinyu dibawa kebawah untuk menyatukan fasia.

ü Penyempurnaan jahitan , dan jahitan kontinyu diarahkan keatas sebagai jahitan subkutikuler.

ü Alternatif lain penyempurnaan jahitan, beberapa jahitan catgut kromik 000 terputus ditempatkan melalui kulit.

Perbaikan episiotomi mediolateral :

ü Catgut kromik 00 atau 000, sebagai jahitan kontinyu untuk menutup mukosa dan submukosa vagina.

ü Ketika mencapai cincin hymen, terus dilanjutkan hingga menyatukan ujung posterior fourchette dan labia mayora.

ü Jahitan dikubur dibawah kulit, dan kedua ujung sfingter vagina yang terpotong (kedua ujung otot bulbokavernosus) dipertemukan.

ü Otot perineum profunda termasuk levator ani didekatkan dengan jahitan terputus.

ü Otot – otot perineum profunda disatukan dengan jahitan inversi terputus dengan memakai kromik catgut.

ü Selanjutnya dibuat suatu lapisan jahitan inversi terputus dengan menggunakan bahan yang sama untuk menyatukan otot perineum superfisialis.

ü Kulit perineum didekatkan dengan jahitan matras terputus menggunakan kromik catgut.

Penjahitan robekan perineum tingkat III :

ü Lakukan inspeksi vagina dan perineum untuk melihat robekan .

ü Jika ada perdarahan yang terlihat menutupi luka perineum, pasang tampon atau kasa ke dalam vagina.

ü Gunakan benang jahit ( kromik no 2/0 ).

ü Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.

ü Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan, di klem dengan menggunankan pean lurus.

ü Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan melakukan 2 – 3 jahitan angka 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali.

ü Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II.

Penjahitan robekan perineum Tingkat IV :

ü Gunakan benang jahit ( kromik 2/0 ).

ü Tentukan dengan jelas batas luka robekan perineum.

ü Mula – mula dinding depan rektum yang robek dijahit dengan jahitan jelujur menggunakan catgut kromik no 2/0.

ü Jahit fasia perirektal dengan menggunakan benang yang sama shingga bertemu kembali.

ü Jahit fasia septum rektovaginal dengan menggunakan benang yang sama, sehingga bertemu kembali.

ü Ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan di klem dengan menggunakan pean lurus.

ü Kemudian tautkan ujung otot sfingter ani dengan menggunakan 2 – 3 jahitan 8 dengan catgut kromik 2/0 sehingga bertemu kembali.

ü Selanjutnya dilakukan jahitan lapis demi lapis seperti melakukan jahitan pada robekan perineum tingkat II.

Komplikasi episiotomi adalah :

1. Nyeri post partum dan dyspareunia.

2. Rasa nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi, garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila jahitannya terlalu erat.

3. Nyeri pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa .

4. Trauma perineum posterior berat.

5. Trauma perineum anterior

6. Cedera dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses

7. Infeksi bekas episiotomi, Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superfisial akan mudah timbul pada bekas insisi episiotomi.

8. Gangguan dalam hubungan seksual, Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan seksual.

Created by : Ahisa Novianti,S.S.T

Editing by Kieckhy Ramadina

1 komentar:

  1. wah..keren tuch ky..postingannya rapi bangetz n menarik juga..2 jempol dech...^-^

    BalasHapus